Friday, February 25, 2005

Wanita, anak perempuan dan sebuah roti

Suasana tegang dan rawan di sebuah pedesaan terpencil di negara Bosnia, negara penuh sengsara. Angin bertiup sepoi-sepoi di sebuah jalan gang kecil yang kotor, gang yang hadir di tengah dua gedung yang luluh lantak sejak setahun yang lalu. Tentu saja, tidak ada makhluk hidup yang bertempat tinggal di sana. Sepi sunyi menyayat sungguh sampai orang bisa bertanya di mana Tuhan.

Jika kau buka mata, kau bisa dengar dari kejauhan langkah kaki terburu-buru mendekat dan memasuki gang itu. Jika kau buka telinga, kau bahkan bisa mendengar kaki mereka berteriak ketakutan.

Terlihat seorang wanita Bosnia berjilbab, kira-kira 40 tahunan, berlari kesetanan. Di belakang wanita itu terlihat seorang anak perempuan berumur 10 tahun. Mereka memasuki gang berdebu dan dari sekujur tubuh mereka gemetar seraya terus mengayuh badan. Berlari-lari. Si anak tiba-tiba tersandung batu, meringkih dan wanita itu segera berbalik menolongnya, dan mereka lanjut berlari. Lari terus ke depan. Lari terus ibarat kijang yang sadar dirinya akan jadi santapan harimau lapar, tanpa sekalipun menoleh ke belakang karena lari adalah keinginan untuk hidup yang begitu kuat.

Jika kau lihat, di tangan wanita itu tergenggam sebuah roti kecil. Wanita itu baru saja colong satu roti dari barak tentara kira-kira jaraknya 1 mile. Sejak penemuan barak ini seminggu yang lalu, biasanya pencurian selalu berhasil dan mereka berdua, wanita dan anaknya, bisa mengusir lapar yang memakan mereka, tapi kali ini peruntungan jalan kurang baik dan seorang tentara melabrak mereka.

Dari kejauhan terdengar bunyi senjata. Jika kau ikuti bunyi itu, sumbernya berasal dari senapan sang tentara yang sumpah serapah dan menyuruh wanita-wanita itu berhenti melarikan diri. Setelah kau lihat wajah tentara itu, terlihat wajah yang teramat lelah dan letih dari perang beribu jagad. Dan lihat juga, dia bawa temannya satu lagi, yang wajahnya hampir tidak menyerupai manusia, satu mata hilang sungguhan satu matanya lagi hilang rasa hidup dan liar karena telah berburu sesama manusia dan hidup dari darah mereka.

Barak para tentara itu sudah lama ditelantarkan oleh kantor pusat. Komunikasi rusak. Persediaan hidup kian menipis, juga air dan makanan. Satu demi satu teman mereka mati, dari kekurangan darah sampai sakit mental dan harus dibunuh supaya tidak mengancam orang lain. Lalu ada yang bunuh diri karena tidak mampu tahan penderitaan.

Mereka kebetulan baru balik dari buang hajatnya ketika mereka bertemu dengan wanita dan anaknya itu di barak. Melihat mereka, dalam hitungan peluru wanita itu langsung berlari menarik anaknya secepat kilat keluar dari barak.

Menghadapi kejadian ini, para prajurit lantas mengejar mereka. "Wanita!" Seru hati mereka ketika melihat Hawa dan begitu senangnya satu prajurit itu karena sebelumnya ia berdoa pada Tuhannya supaya kalaupun ia harus mati, ia ingin seks satu kali lagi. Mereka tahu bahwa wanita itu mencuri sebuah roti, tapi pikiran tentara-tentara yang sudah bosan dengan sodomi dan masturbasi lebih jalan ke arah yang berbeda.

Tiba saatnya kita melihat lagi ke gang sempit. Si anak perempuan berusaha berlari dengan kaki terluka, namun tentara dan nafsunya kian mendekat dan berhasillah tangan si anak diraih. Dalam kepanikan dan deru jantung gila-gilaan, tangan si anak gemetar mengayunkan pisau dari ikat pinggangnya. Pisau Anak yang dari tadi dicari saat berlari meluncur darurat dan melayang tanpa arah. Sayang, lawan si Anak adalah orang terlatih dan pisau kemudian terbuang dengan mudahnya. Si anak memukul, menendang dan menggigit dan menarik dan kakinya terus berteriak "lari! lari!" dengan sisa-sisa keinginan hidup yang demikian kuat. Prajurit adalah harimau yang melemahkan korban dengan mencabik dan menerkam dan menyeret.

Wanita itu dengan naluri ibunya berusaha menarik-narik kaki anaknya yang diseret. Tapi, prajurit yang lain menangkap sang ibu dan melemparkannya ke tembok gang, sehingga tembok yang tanpa warna itu sekarang merah. Tentara menggampar, menendang dan sampai wanita itu penuh dengan luka terbuka.

Anak menjerit-jerit, suara tamparan dan robekan baju, dan suara tulang kecil yang patah entah apa entah di mana. Wanita yang lemah masih berusaha memukul-mukul prajurit dengan tangannya, sehingga prajurit itu harus menggetuskan kepala wanita itu ke tembok belakang. Darah mengucur dari kepala dan badan dan liang kemaluan. Harimau pun akhirnya makan setelah korban kehabisan tenaga.

Beberapa waktu telah berlalu. Suasana masih sepi tegang, hanya debu di kejauhan menyayat. Semua orang bisa bertanya di mana Tuhan.

Jika kau pejamkan mata, kau bisa dengar suara resleting celana dipasang dan suara darah mengalir. Tentara yang baru garap wanita berdiri dan mengusap keringatnya. Kemudian ia melihat ke arah mangsanya. Di dekat wanita itu ada roti yang kotor terkena darah dan tanah. Tentara itu merampas roti genggaman dan dengan segera mengunyah kelaparan. Setengah roti itu dia lemparkan kepada temannya yang juga kelelahan melampiaskan nafsu kepada anak perempuan.

Isak tangis tergugu terdengar dari sang anak, namun lantas hilang. Lantas sang prajurit mengetes apakah si anak masih hidup, dan memanglah ia belum saatnya untuk mati. Tidur adalah pelampiasan terakhir si anak perempuan untuk hidup yang jahanam. Dengan mata yang terpejam sekali sang ibu melihat anaknya malang. Setitik air mata keluar dari mata yang terpejam kedua kali dan perut yang lapar kian mengerang-erang. Juga ia masih sadar dan dari matanya yang tertutup darah ia mulai sayup-sayup menerawang, mengejamkan kelopak matanya yang lengket dan ia pun tertidur dengan napas tersengal.

(Di dalam mimpi mereka Tuhan menyanyikan lagu pengantar tidur dan memahkotai mereka dengan bunga padang, yang lampau menghiasi padang desa sebelum perang).

0 Comments:

Post a Comment

<< Home